Resensi Buku: Petualangan Alice di Negeri Ajaib


Alice di Negeri Ajaib

oleh : Alikta Hasnah Safitri

Alice in Wonderland

Judul Buku           : Petualangan Alice (Alice di Negeri Ajaib dan Alice Menembus Cermin)

Penulis                   : Lewis Carroll

Penerjemah         : Agustina Reni Eta Sitepoe

Penerbit                : PT Elex Media Komputindo

Tahun Terbit         : 2010

Jumlah Halaman   : 282 halaman

Charles Lutwidge Dodgson atau lebih dikenal dengan nama samarannya, Lewis Carroll, selain sebagai penulis sebenarnya dikenal juga pada zamannya sebagai dosen matematika di Universitas Oxford. Karya monumentalnya sebagai pengarang adalah kisah klasik anak-anak Alice’s Adventures in Wonderland, Through the Looking Glass, serta puisi Hunting of the Shark and Jabberwocky.

Cerita Petualangan Alice di Negeri Ajaib dibuat spontan olehnya ketika menemani anak-anak keluarga Henry Liddell, Dekan Gereja Kristus Oxford, berperahu ria di sungai Thames dalam perjalanan piknik menuju Godstow. Atas permintaan Alice Liddell, Lewis Carroll menuliskan dongengnya tentang Alice dalam sebuah buku yang pada awalnya berjudul Alice’s Adventures Under Ground. Judul ini kemudian berubah lagi menjadi Alice Among the Fairies, lalu Alice’s Golden Hour, dan terakhir Alice’s Adventures in Wonderland yang kita kenal hingga kini

Buku Petualangan Alice terbitan PT Elex Media Komputindo ini memuat dua cerita sekaligus, yakni Alice di Negeri Ajaib dan Alice Menembus Cermin. Namun kali ini, peresensi hanya akan membahas kisah pertama tentang Petualangan Alice di Negeri Ajaib.

Petualangan Alice di negeri ajaib dimulai ketika seekor kelinci putih berjas panjang dengan mata merah muda berlari di dekatnya ketika ia sedang duduk di tepi sungai bersama kakak perempuannya. Alice pun mengejar kelinci itu hingga masuk ke dalam sebuah lubang besar. Setelah terjatuh jauh turun ke bawah, ia menyadari bahwa kini ia tengah berada dalam sebuah ruangan dengan banyak pintu yang terkunci. Di atas meja, ia melihat sebuah kunci untuk pintu yang sangat kecil dan sebuah botol minuman berlabel “Minum Aku”. Alice meminumnya dan tubuhnya mengecil seketika, sementara kunci untuk pintu kecil itu masih berada dia atas meja yang tinggi. Tak lama, ia menemukan kue dengan label “Makan Aku”, Alice memakannya dan tubuhnya pun membesar hingga membentur langit-langit ruangan. Segera setelahnya ia mengambil kunci dan menuju pintu, namun karena ukuran tubuhnya, ia hanya bisa berbaring miring sambil terus menangis hingga membentuk kolam air mata.

Di negeri Ajaib, Alice bertemu dengan sekelompok hewan yang bermusyawarah mengadakan sayembara untuk mengeringkan tubuh mereka setelah terjatuh di kolam air mata. Ia juga bertemu seekor ulat bulu yang duduk di atas jamur sambil menghisap hookah. Ulat bulu itu menanyakan jati diri Alice dan memberikan beberapa petuah padanya.

Alice melanjutkan perjalanannya dan masuk ke dalam sebuah rumah. Di rumah itu, ia bertemu pelayan berkepala ikan, sang putri dengan bayi berbentuk bintang laut, juga kucing Chessire yang selalu menyeringai. Alice juga menghadiri upacara minum teh yang aneh dengan Pembuat Topi, Terwelu Maret, serta Tikus Muscardinus. Walau meja perjamuan sangat luas, namun ketiga peserta jamuan berdesak-desakan di satu sudut meja.

Setelahnya, ia masuk ke dalam pintu yang membawanya menuju lapangan kriket. Disana ia mendapati para tukang kebun berbentuk bujur dan pipih dengan tangan dan kaki di kedua sudutnya sedang mengecat mawar putih menjadi merah. Karena menentang perintah Ratu, ia mendapat tantangan untuk bertanding kriket, bolanya adalah para landak, pemukulnya adalah burung flamingo, dan para prajurit harus melengkungkan diri masing-masing dan berdiri di atas kaki dan tangan mereka sehingga membentuk busur. Sepanjang permainan Ratu selalu berkata “Penggal kepalanya!”, sehingga Alice merasa tidak nyaman. Setelah beradu pendapat, Ratu pun menghentikan permainan dan menyuruh seekor Gryphon membawa Alice bertemu kura-kura tiruan.

Di akhir kisah, Alice dituduh mencuri kue tarcis Sang Ratu, namun Alice mengelak dari tuduhan itu karena tak adanya bukti. Saat kemarahannya meledak, ia terbangun di pangkuan kakaknya dan menceritakan mimpi aneh yang baru saja dialaminya. Tak lama kemudian, sang kakak pun bermimpi hal serupa, meski ia tahu bahwa bila matanya dibuka, negeri ajaib itu akan hilang dan berubah menjadi kenyataan yang membosankan.

Buku ini sangat cocok dibaca oleh siswa sekolah dasar. Selain menghibur dan membangkitkan imajinasi anak-anak yang tak terbatas, sosok Alice yang jujur, polos, dan berani patut menjadi teladan bagi anak-anak seumurannya. Alice juga tak pernah menunjukkan sikap jijik pada setiap karakter aneh yang ditemuinya. Lewis, secara implisit mengajak para pembacanya untuk tak menilai seseorang dari tampilan luar semata, bersikap terbuka terhadap perbedaan, serta menjunjung tinggi kesopansantunan. Sayangnya, logika fantasi dalam permainan kata dan bahasa yang sudah tertata apik dalam buku ini tak bisa ditangkap oleh pembaca karena buku ini merupakan karya terjemahan. Akan lebih baik setelah membaca karya ini, pembaca juga membaca karya aslinya yang berbahasa Inggris.

7 tanggapan untuk “Resensi Buku: Petualangan Alice di Negeri Ajaib

Tinggalkan Balasan ke aliktahassa Batalkan balasan